Kamis ini (17/01), Jakarta banjir sejak pagi. KRL Bogor-Jakarta terhenti di stasiun Manggarai, lalu kembali lagi ke Bogor, karena Stasiun Kota tergenang banjir. Beberapa karyawan yang harusnya masuk kerja, kembali lagi ke rumah masing-masing setelah mendengar bahwa Jakarta lumpuh dan KRL tidak bisa sampai ke stasiun tujuan. Yang melanjutkan perjalanan? Malah terjebak banjir di Jakarta dan tidak bisa pulang. Pusat bisnis Jakarta, Sudirman-Thamrin tergenang banjir karena luapan air sungai dan jebolnya tanggul Latuharhari. Sementara Istana Negara menerima Presiden Argentina dengan halaman depannya yang dipenuhi genangan air.
Lalu kemudian kembali lagi terungkap wacana mengenai
pindahnya ibukota. Jika Istana saja sudah tergenang banjir, mengapa pusat
pemerintahan tidak dipindahkan saja?
Bukan Indonesia yang pertama kali mencetuskan ide soal
pindah ibukota. Negara kita yang baru berusia 67 tahun ini, masih punya
kesempatan memindahkan ibukotanya setelah ibukota negara sejak zaman Hindia
Belanda, Batavia alias Jakarta, menjadi semakin sumpek, dan perencanaan kota
yang tidak sesuai dengan kaidah tata kota yang baik membuat bencana banjir
besar dengan siklus 5 tahunan terus menerus melanda Jakarta.
Harapan rakyat memang ada pada Jokowi-Ahok, Gubernur baru
DKI Jakarta yang baru akan memasuki 100 hari masa kepemimpinannya. Namun
menuntaskan masalah Jakarta, tidak cukup dengan berharap pada Gubernur. Banjir
Jakarta merupakan masalah sistemik yang terkait dengan pembangunan daerah
resapan air yang ada di sekitar daerah metropolitan keenam terbesar di dunia,
Jabodetabek. Jadi tidak bisa menaruh semua harapan akan menyelesaikan masalah
banjir semata di pundak Jokowi, yang seakan menjadi obat dari segala penyakit
yang ada di Indonesia.
Maka sambil menyembuhkan penyakit Jakarta, ada baiknya kita
segera kembali memikirkan untuk memindahkan ibukota. Meskipun pada tanggal 28
Agustus 2012 sebagaimana dikutip detik finance, Staf Ahli Presiden Bidang
Ekonomi, yang juga Mantan Dekan Fakultas Ekonomi UI, Firmanzah mengungkapkan
bahwa untuk memisahkan pusat bisnis dan pemerintahan seperti di beberapa negara
maju, membutuhkan perencanaan yang matang, namun Malaysia yang lebih muda dari
kita justru sudah mendahului memindahkan pusat pemerintahan dari Kuala Lumpur
ke Putrajaya.
Negara lain yang pernah memindahkan Ibukota antara lain
Turki: dari Istanbul ke Ankara, Brazil: dari Rio de Janeiro ke Brasilia, AS
dari New York ke Washington DC, Jepang dari Kyoto ke Tokyo, Austalia dari
Sidney ke Canberra, serta Jerman dari Bonn ke Berlin.
Nah, sudah saatnya pindah Ibukota tidak sekedar jadi wacana.
Nantinya kita bisa mengatakan bahwa pada akhirnya Indonesia punya Ibukota
Indonesia, karena Jakarta sendiri tadinya adalah Batavia, Ibukota warisan
Hindia Belanda. Waktunya membuat masterplan pemindahan pusat pemerintahan
negara, yang dapat dilaksanakan bahkan oleh presiden berikutnya.
Bagaimana Pak Presiden?
Hesti Farida Al Bastari - Depok, 180113
Tidak ada komentar:
Posting Komentar