Kamis, 17 Januari 2013

Pindah Ibukota


 Kamis ini (17/01), Jakarta banjir sejak pagi. KRL Bogor-Jakarta terhenti di stasiun Manggarai, lalu kembali lagi ke Bogor, karena Stasiun Kota tergenang banjir. Beberapa karyawan yang harusnya masuk kerja, kembali lagi ke rumah masing-masing setelah mendengar bahwa Jakarta lumpuh dan KRL tidak bisa sampai ke stasiun tujuan. Yang melanjutkan perjalanan? Malah terjebak banjir di Jakarta dan tidak bisa pulang. Pusat bisnis Jakarta, Sudirman-Thamrin tergenang banjir karena luapan air sungai dan jebolnya tanggul Latuharhari. Sementara Istana Negara menerima Presiden Argentina dengan halaman depannya yang dipenuhi genangan air.

Lalu kemudian kembali lagi terungkap wacana mengenai pindahnya ibukota. Jika Istana saja sudah tergenang banjir, mengapa pusat pemerintahan tidak dipindahkan saja?

Bukan Indonesia yang pertama kali mencetuskan ide soal pindah ibukota. Negara kita yang baru berusia 67 tahun ini, masih punya kesempatan memindahkan ibukotanya setelah ibukota negara sejak zaman Hindia Belanda, Batavia alias Jakarta, menjadi semakin sumpek, dan perencanaan kota yang tidak sesuai dengan kaidah tata kota yang baik membuat bencana banjir besar dengan siklus 5 tahunan terus menerus melanda Jakarta.

Harapan rakyat memang ada pada Jokowi-Ahok, Gubernur baru DKI Jakarta yang baru akan memasuki 100 hari masa kepemimpinannya. Namun menuntaskan masalah Jakarta, tidak cukup dengan berharap pada Gubernur. Banjir Jakarta merupakan masalah sistemik yang terkait dengan pembangunan daerah resapan air yang ada di sekitar daerah metropolitan keenam terbesar di dunia, Jabodetabek. Jadi tidak bisa menaruh semua harapan akan menyelesaikan masalah banjir semata di pundak Jokowi, yang seakan menjadi obat dari segala penyakit yang ada di Indonesia.

Maka sambil menyembuhkan penyakit Jakarta, ada baiknya kita segera kembali memikirkan untuk memindahkan ibukota. Meskipun pada tanggal 28 Agustus 2012 sebagaimana dikutip detik finance, Staf Ahli Presiden Bidang Ekonomi, yang juga Mantan Dekan Fakultas Ekonomi UI, Firmanzah mengungkapkan bahwa untuk memisahkan pusat bisnis dan pemerintahan seperti di beberapa negara maju, membutuhkan perencanaan yang matang, namun Malaysia yang lebih muda dari kita justru sudah mendahului memindahkan pusat pemerintahan dari Kuala Lumpur ke Putrajaya.

Negara lain yang pernah memindahkan Ibukota antara lain Turki: dari Istanbul ke Ankara, Brazil: dari Rio de Janeiro ke Brasilia, AS dari New York ke Washington DC, Jepang dari Kyoto ke Tokyo, Austalia dari Sidney ke Canberra, serta Jerman dari Bonn ke Berlin.

Nah, sudah saatnya pindah Ibukota tidak sekedar jadi wacana. Nantinya kita bisa mengatakan bahwa pada akhirnya Indonesia punya Ibukota Indonesia, karena Jakarta sendiri tadinya adalah Batavia, Ibukota warisan Hindia Belanda. Waktunya membuat masterplan pemindahan pusat pemerintahan negara, yang dapat dilaksanakan bahkan oleh presiden berikutnya.

Bagaimana Pak Presiden?

Hesti Farida Al Bastari - Depok, 180113

Tidak ada komentar:

Posting Komentar