Rabu, 17 Juli 2013

Sekolah Gratis Digusur!


Hari ini adalah hari pertama kunjungan saya ke Sekolah Master Depok. Meskipun sudah hampir lima tahun tinggal di Kota Depok, baru kali ini saya berkesempatan mengunjungi sekolah yang ditujukan untuk para pengamen dan anak jalanan tersebut. Selayaknya sekolah yang lain, sekolah Master di pagi hari itu sedang ramai dan ada sebuah acara di suatu ruang terbuka yang seperti aula. Anak-anak bermain dan ibu-ibu menunggui anak-anaknya. Sebagian anak yang lebih kecil pulang sekolah dan di antaranya ada yang diantarkan oleh kakek atau neneknya.

Saya pertama kali mendengar perihal Master saat kepala sekolah Master, Bapak Nurrohim didaulat menjadi Ikon Pendidikan Majalah Gatra tahun 2012. Di tahun yang sama dimana Jokowi-Ahok terpilih menjadi Ikon Utama, dan Walikota Bandung yang saat ini belum dilantik, Ridwan Kamil terpilih menjadi Ikon Partisipasi Publik karena peranannya di Indonesia Berkebun.

Saat itu saya bertanya-tanya dan penasaran, seperti apakah Bapak Nurrohim ini? Dari cerita orang-orang yang memang mengenal beliau, Bapak Nurrohim ini memang orang yang baik dan layak mendapatkan apresiasi. Ia mengumpulkan anak-anak jalanan untuk belajar di sebuah masjid di terminal kota Depok. Sejarah hidupnya sendiri dikatakan adalah anak yang nakal dan tidak mau mengikuti apa kata orang tuanya, bahkan sampai dikeluarkan dari sekolah. Suatu ketika seorang kiai mendoakannya agar menjadi guru dan muridnya banyak tapi bandel semua sehingga ia merasakan menjadi guru.

Di masa dewasanya, seperti yang ditulis di Majalah Gatra, Bapak Nurrohim menjadi seorang pedagang di dekat terminal Depok dan menyadari betapa banyaknya anak yang berkeliaran dan tidak bersekolah. Banyak di antara mereka yang tubuhnya bau dan jarang mandi. Bagaimana mau mandi, jika untuk sekali mandi saja mereka harus menghabiskan uang sebesar dua ribu rupiah, sedangkan jika punya uang sebesar tiga ribu rupiah anak-anak itu lebih suka membelikan nasi bungkus. Keberpihakannya pada anak-anak tersebut membuatnya kemudian mendirikan suatu wadah berkumpulnya anak jalanan untuk menimba ilmu yang disebut sekolah Master. Sekolah gratis, yang menyediakan ujian paket A, B, dan C, dan menerima pelajar sepanjang tahun ajaran. Sekolah yang alumninya kemudian banyak mendapat beasiswa, dan sekolah di kota Depok yang saat ini menjadi target CSR berbagai perusahaan terkemuka.

Dan di bulan Juli ini saya dikejutkan oleh akan digusurnya sekolah Master ini oleh pemerintah kota Depok. Lebih terkejut lagi saya saat membaca rilis berita di media online yang menyatakan bahwa Walikota Depok yang terkenal dengan slogan “One Day No Car” dan “One Day No Rice”-nya itu, Nur Mahmudi Ismail mengatakan bahwa keberadaan sekolah Master ini menyebabkan bertambah banyaknya anak jalanan di kota Depok. Sejenak saya berharap apa yang ditulis oleh media tersebut hanyalah kutipan belaka dan Bapak Walikota Depok yang tercinta itu tidak bermaksud seperti itu. Bahkan cetusnya sekolah seperti itu tidak perlu ada di dekat terminal, melainkan bisa digusur ke pinggir kota sehingga mendapatkan tempat yang lebih luas.

Rasa geram saya membuat saya kemudian menulis ini. Masih lekat dalam ingatan saya canda tawa siswa sekolah Master tadi pagi. Semangat mereka untuk belajar. Tarikan tangan seorang nenek mengajak cucunya pulang sekolah. Kalau tidak di sini, mau pindah kemana sekolah Master? Saya berharap tidak sampai ke pinggir kota, karena anak-anak tersebut akan sekolah di sekolah yang jauh dari tempat tinggal mereka. Saya mendengar bahwa pihak sekolah masih mau berjuang agar sekolah Master tidak jadi digusur untuk digantikan dengan mall dan apartemen yang sebenarnya sudah tidak dibutuhkan lagi oleh kami, warga Depok. Saya berharap para penguasa masih punya logika. Ya, untuk hal yang ini saya hanya bisa berharap.

Depok, 17 Juli 2013 15:34

Hesti Farida Al Bastari

Rujukan:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar